PENGERTIAN HUKUM MENURUT PARA AHLI Bagi seseorang yang memperlajari ilmu hukum dirasakan betapa sulitnya menemukan definisi hukum yang tunggal, kesulitan itu membuat sebagian orang meragukan sifat keilmuan ilmu hukum. Setiap sarjana hukum memberikan defin hukum sendiri, sehingga sering orang berseloroh bahwa banyaknya defini hukum sebanyak sarjana hukum di dunia. Bahkan sering juga dikatakan bahwa defini hukum jumlahnya lebih banyak dibanding jumlah ahli hukum yang ada, karena ada anggapan bahwa Jika dua orang sarjana hukum berkumpul dan berdebat tentang suatu objek perdebatan, maka akan melahirkan tiga pendapat. Kesulitan mendefinisikan hukum tidak lain karena wujud hukum yang abstrak, dan cakupannya yang sangat luas sehingga (manuscrito da produção de humk hukum, escondida diatur oleh hukum, bahkan matipun diarante oleh hukum), sehingga Immanuel Kant mengatakan noch suchen die juristen eine definition zu ihrem von rech . Meskipun dirasakan sulit memberikan definisi tentang hukum, bagi seseorang yang memulai mempelajari ilmu hukum perlulah disajikan beberapa definisi tentang hukum dengan tujuan untuk memberkan pedoman tentang arti secara tepat serta memberikan suatu gambaran tentang hukum dan bagaimana beroperasinya hukum di tengah masyarakat, Menurut Hans Wehr, kata hukum Berasal dari bahasa árabe, asal kata Hukm, kata jamaknya Ahkam yang berarti putusan (julgamento, verdice, decisão), ketetapan (provisão). Perintah (comando). Pemerintahan (governança), dan kekuasaan (autoridade, poder). 1 Berikut ini pengertian atau definisi hukum menurut para ahli 1. Tullius Cicerco (Romawi) dalam De Legibus (1469) Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manuscrito untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. 2. Hugo Grotius (Hugo de Grot) dalam De Jure Belli Pacis (Hukum Perang dan Damai) (1625) Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar. 3. J. C.T. Simorangkir, SH. Penetapan UUD Dilihat de Segi Hukum Tata Negara Indonésia (1974) e Woerjono Sastropanoto SH. Asas-asas Hukum Tata Negara Indonesia (1977). Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manuscrito de dalam lingkungan masyrakat yang dibujo oleh badan-badan resmi yang berwajib. 4. Thomas Hobbes dalam Leviathan (1651) Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain. 5. Rudolf vob Jhering dalam Der Zweck Im Recht (1877-1882) Hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa yang berlaku dalam suatu negara. 6. E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonésia (1980) Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup-perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyaraat oleh karena itu pelanggaran petunjuk escondido tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintahpenguasa itu. 7. R. Soeroso SH. Pengantar Ilmu Hukum (2006) Hukum adalah himpunan peraturan yang carimbo eang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukum bagi yang melanggarnya. 8. Abdulkadir Muhammad, SH. Pengantar Ilmu Hukum (2018) Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarannya. 9. Mochtar Kusumaatdja dalam Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional (1976: 15) Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institusi ) Dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataannya. 10. Roscoe Pound - Hukum dalam arti sebagai tata hukum (hubungan antara manuscrito dengan individu lainnya, dan tingkah laku para indivíduo e pessoal memengaruhi indivíduo lainnya, atau tata sosial, atau tata ekonomi). - Hukum dalam arti selaku kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administrasi (harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan) oley manusia sebagai individu ataupun kelompok-kelompok manuscrito yang memengaruhi hubungan mereka atau menentukan tingkah laku mereka. - hukum merupakan realita sosial - negara diririkan demi kepentingan umum dan hukum adalah sarana utamanya. 11. Jhering, Der Zweck im Recht (1877) memaknai hukum sebagai: A lei é a soma da condição da vida social no sentido mais amplo do termo, assegurada pelo poder dos estados através dos meios de compulsão externa. (Hukum adalah sejulah kondisi kehidupan sosial dalam arti luas, yang dijamin oleh kekuasaan negara melaui cara paksaan yang bersifat eksternal). 12. Vinogradoff, Common Sense in law (1959) mendefinisikan Hukum sebagai seperangkat aturan yang diadakan dan dilaksanak oleh suatu masyarakat dengan menghormati kebijakan dan pelaksanaak kekuasaan atas setiap manusia dan barang. 2 13. Bellefroid, Inleiding to the Rechtswetenschap in Nederland (1952) Stelling rechtis een ordening ven het maatschappelijk leven, die voor een bepaalde ge, eemschap geldt en op haar gezag é vastgesteid (Hukum yang berlaku di suatu masyrakat mengatur tata tertib masyarakat dan didasarkan Atas kekuasaan yang ada di dalam masyarakat itu). 14. Holmes (Hakim Agung, EUA), The Path of Law (1930) mendefinisikan hukum (realis) sebagai: As profecias do que o tribunal fará são o que quero dizer com a lei (Apa yang diramalkan akan diputuskan oleh pengadilan, itulah yang saya Artikan sebagai hukum) 15. Lliewelly, The Normative, The legal e The Law Jobs (1940) O que os funcionários fazem sobre as disputas é a própria lei (Apa yang diputuskan oleh seorang hakim tentang suatu persengketaan, adalah hukum itu sendiri). 16. Salmond, Introdução A Ciência da Jurisprudência (1947) Hukum dimungkinkan untuk didefenisikan sebagai kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di dalam peradilan. Dengan perkataan lain, hukum terdiri dari aturan-aturan yang diakui dan dilaksanakn pada pengadilan. Dengan luas pengertian hukum diatas maka Prof. Dr. Soerjono Soekanto akhirnya memaknai hukum bermacam-macam, yaitu: 1. Hukum dalam arti ilmu (pengetahuan) Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran. 2. Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran tentang kenyataan Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi. 3. Hukum dalam arti kaidah atau norma Hukum sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindah atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan. 4. Hukum dalam arti tata hukum atau hukum positif Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis. 5. Hukum dalam arti keputusan pejabat Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan berhubungan erat dengan penegakkan hukum (policial). 6. Hukum dalam arti perilaku yang teratur dan ajegMenurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek 8220seharusnya8221 atau das sollen. Dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. U ndang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum. 1 Menurut Gustav Radbruch, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai identitas, yaitu sebagai berikut: 2 Asas kepastian hukum (rechtmatigheid). Asas ini meninjau dari sudut yuridis. Asas keadilan hukum (gerectigheit). Asa ini meninjau dari sudut filosofis, dimana k eadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan Asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid atau doelmatigheid atau utility) T ujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Kaum Positivisme lebih menekankan pada kepastian hukum, Sedangkan Kaum Fungsionalis mengutamakan kemanfaatan hukum, dan sekiranya dapat dikemukakan bahwa 8220 summum ius, summa injuria, summa lex, summa crux8221 yang artinya adalah hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya, dengan demikian kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan hukum satu-satunya Akan tetapi tujuan hukum yang paling substantif adalah keadilan 3 Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah Karena dengan Adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. 4 A jaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dunk sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian. 5 1 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum. Kencana, Jacarta, 2008, hlm.158. 2 Dwika, 8220Keadilan dari Dimensi Sistem Hukum 8221, hukum. kompasiana. (02042017), diakses pada 24 Juli 2017. 3 Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum. Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2018, hlm.59. 4 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm.23. 5 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis e Sosiologis). Penerbit Toko Gunung Agung, Jacarta, 2002, hlm.82-83.
No comments:
Post a Comment